Cirebon-06 Oktober 2025 Kegiatan Safari Budaya dengan tema “Safari Kabudayan : Ngruwat Rasa Nyawiji Ing Warisan Leluhur” – Himpunan mahasiswa jurusan manajemen pendidikan Islam (HIMMAPIS) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Excelsior Periode 2025-2026 telah melaksanakan kegiatan Safari Budaya dengan tema “Safari Kabudayan: Ngruwat Rasa, Nyawiji Ing Warisan Leluhur”. Pada hari Sabtu tanggal 04 Oktober 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan dan mengaktualisasikan nilai-nilai kebudayaan dan memperkenalkan kebudayaan lokal kepada masyarakat luas khususnya mahasiswa MPI.
Adapun hasil dari kegiatan ini yaitu
Museum Topeng Cirebon merupakan salah satu destinasi budaya yang menyimpan jejak panjang sejarah dan filosofi dari kesenian topeng Nusantara. Setiap ukiran dan warna yang melekat pada topeng tidak sekadar hiasan, melainkan simbol perjalanan hidup manusia dan nilai-nilai kebijaksanaan yang diwariskan dari masa ke masa.
Kegiatan Safari Budaya dengan tema “Safari Kabudayan : Ngruwat Rasa Nyawiji Ing Warisan Leluhur” – Asal Usul dan Perkembangan Kesenian Topeng
Kesenian topeng Cirebon diyakini dibawa oleh Sunan Gunung Jati atau Sunan Kalijaga, dua tokoh Wali Songo yang berperan besar dalam penyebaran ajaran Islam melalui media seni dan budaya. Sunan Kalijaga dikenal membawa unsur wayang gedog yang kemudian diwujudkan dalam bentuk tiga dimensi melalui topeng Cirebon. Awalnya, topeng dibuat dari batu yang dikenal sebagai sarkofagus yang ditemukan di daerah seperti Sumbawa. Pada masa Hindu-Buddha, bahan topeng berkembang menjadi emas, khususnya dalam upacara pemakaman kerajaan Majapahit. Seiring waktu, bahan tersebut berganti menjadi kayu, terutama kayu jaran, yang ringan dan mudah dibentuk
Proses Pembuatan Topeng
Pembuatan topeng Cirebon dimulai dari proses membentuk pola dasar wajah, kemudian bagian belakangnya dibuang dan dihaluskan atau diamplas. Setelah halus, masuklah ke tahap pewarnaan yang disebut proses sunggingan, yaitu pewarnaan berlapis hingga delapan sampai sepuluh kali untuk menutup pori-pori kayu dan menghasilkan warna yang halus. Karena penari topeng menari dengan cara menggigit bagian dalam topeng, bahan yang ringan seperti kayu jaran menjadi pilihan utama agar memudahkan gerakan. Topeng yang sudah jadi biasanya dihias dengan detail warna dan ornamen yang menggambarkan karakter masing-masing tokoh. Seiring berkurangnya ketersediaan kayu jaran, para perajin mulai berinovasi dengan menggunakan bahan lain seperti tanah liat, kertas, karet, dan resin. Inovasi ini tidak hanya menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga membuat topeng lebih mudah dibuat dan lebih terjangkau bagi para pelajar serta seniman muda.
Makna Filosofis Lima Tokoh Topeng Cirebon
Kesenian topeng Cirebon memiliki lima karakter utama yang menggambarkan perjalanan hidup manusia dari masa muda hingga tua:
- Panji, berwarna putih, melambangkan kesucian dan ketenangan.
- Samba, menggambarkan sosok anak-anak yang riang gembira dan polos.
- Rumyang, mencerminkan masa remaja yang tengah mencari jati diri dan hal-hal duniawi.
- Tumenggung, sosok dewasa yang arif, bijaksana, dan bertanggung jawab. Dalam kostumnya, tokoh ini tidak memakai toga, melainkan topi.
- Kelana, simbol hawa nafsu duniawi dan kekuatan. Ciri khasnya memiliki mata besar yang disebut mata kedondongan, melambangkan sifat ambisius dan penuh semangat.
Perbedaan utama dari kelima topeng ini terletak pada gerakan tarinya. Setiap karakter memiliki gaya gerak dan ekspresi yang menyesuaikan dengan sifat dan filosofi masing-masing tokoh.
Karya Maestro dan Koleksi Museum
Salah satu karya monumental di Museum Topeng adalah karya Mama Jana (almarhum), seorang seniman pahat Cirebon. Beliau menciptakan satu karya unik dengan memahat satu batang kayu utuh menjadi 17 topeng. Deretan wajah tersebut menggambarkan perjalanan manusia dari masa muda hingga tua sebuah refleksi mendalam tentang kehidupan.
Selain itu, museum ini juga menampilkan kisah-kisah besar dari dunia pewayangan seperti Ramayana dan Mahabharata. Dalam kisah Ramayana, diceritakan perjalanan Rama menyelamatkan Sinta yang diculik oleh Rawana, dibantu oleh Hanoman, manusia kera putih yang tangguh. Sedangkan kisah Mahabharata menggambarkan pertempuran antara lima Pandawa melawan sembilan puluh sembilan Kurawa, simbol perjuangan antara kebaikan dan kejahatan.
Ragam Topeng Nusantara dan Dunia
Selain topeng Cirebon, museum ini juga memamerkan berbagai koleksi topeng dari berbagai daerah di Indonesia dan dunia:
- Topeng Betawi, dengan warna dominan putih seperti tokoh Samba, memiliki karakter yang hampir serupa tetapi berbeda pada bentuk wajah bagian bawah.
- Topeng Madura, yang khas dari Sumenep, memiliki bentuk lebih cekung karena hanya menutupi sebagian kepala.
- Topeng Cupak Geranteng dari NTB, menggambarkan dua karakter manusia: Cupak yang berwatak jahat dan Geranteng yang mewakili sifat baik.
- Topeng Venesia (Italia), biasa digunakan dalam pesta topeng atau festival. Warna-warnanya mencerminkan filosofi yang mendalam, seperti warna pink yang melambangkan kebijaksanaan dan kelembaban
Museum Topeng Cirebon tidak hanya menyimpan benda-benda seni, tetapi juga kisah perjalanan budaya, spiritual, dan filosofi kehidupan manusia. Setiap topeng yang terpajang menjadi saksi bisu dari nilai moral, keindahan, dan kebijaksanan yang terus dijaga oleh masyarakat Cirebon hingga kini. Melalui pelestarian dan inovasi, museum ini menjadi jembatan antara warisan leluhur dan semangat generasi penerus bangsa.




